Thursday, September 13, 2007

Dunia Paralel, tersedia versi braille untuk tuna netra


Semoga Dunia Paralel juga bisa dinikmati tuna netra.
Please check http://www.mitranetra.or.id/ebook/index.asp?mnu=3
ada keterangan bagaimana memperolehnya disana.
Tersedia 1000 buku untuk tuna netra





I'm in the Dark Here !!


Selama April sampai September ini, pekerjaan sepertinya tidak ada habisnya. Bahkan sampai sekarang belum habis. Sampai-sampai blog ini terlantar. =)
Banyak banget kekesalan, kejenuhan, kecapaian dan kemarahan kenapa pekerjaan documenter 65 episode ini tidak selesai-selesai. Sampai-sampai aku merasa bernasib sial. Dikejar klien, produser, deadline, kerusakan alat, kekurangan alat...nah kekurangan alat dan deadline ini mempunyai "side story" yang besar hikmahnya, setidaknya bagiku.

Begini ceritanya:
Ketika Producer sudah mulai khawatir kita tidak bisa menyelesaikan deadline, karena banyak hal...mulai di pikirkan untuk melengkapi RettoWasabi dengan satu mesin editing tambahan. Tentunya harus compatible dengan mesin pertama, agar jadi dua mesin paralel, bukan sendiri-sendiri. Mulailah pencarian hardware matrox Rtx100 extreme pro yang sudah discontinue.

Sebuah search engine mengantarkan kami ke seseorang bernama, sebut saja Ariel. Dia ingin menjual card matroxnya. Aku menelpon dan nego harga. Sepakat. Kuminta pada DOP ku untuk ke tempatnya mengambil card editing ini. Aku lupa, ada beberapa hal yang mesti kutanyakan, karena seri hardware dia denganku berbeda. Aku menelponnya kembali. Dalam pembicaraan ini, dia bertanya apakah kami kantor atau perorangan, mengerjakan apa, dan pertanyaan lainnya yang semacam itu. Pertama agak jengah mendengarnya. Aku merasa, kalau dia tahu aku sedang mengerjakan 65 episode untuk TV asing, mungkin dia akan menaikkan harga. Tapi ternyata tidak. Dan karena kami butuh editor tambahan, aku bertanya padanya.
"Ariel bisa ngedit?" tanyaku
"Dulu, sekarang nggak," kata Ariel, dengan nada tetap seperti biasa.
"Maksudnya? udah malas?" tanyaku lagi.
"Saya sakit mas, dulu sih ngedit terus, shooting juga," katanya lagi.
Aku terdiam, sakit apaan? sakit punggung kah? asma kah? akhirnya aku bertanya juga
"Sakit apa, riel?" tanyaku lagi, berlagak biasa.
"Saya udah gak bisa lihat mas," katanya juga seperti biasa. " Ada penyakit syaraf sepertinya, baru tahun ini, dulu sih shooting dan ngedit terus..."
Aku diam, berpikir dengan cepat, ngomong apa lagi nih...harus kedengaran biasa, tapi yang keluar adalah
"Oh, sori ya riel, gue nanya gini"
"Gak papa,"
Dari kejadian itu, tadinya aku yang merenungi nasib 'sial' dikejar deadline producer, dan lain-lain hilang begitu saja. Elo gak ada apa-apanya mik, paling masalah lo nama, uang, waktu. Dia masalahnya semua sudah gelap. Blackout. Buta total. Diem lo mik!
Akhirnya aku menelpon DOP ku yang sedang jalan mengambil barang,
"Zar, jangan di tawar lagi. Ambil aja dengan harga yang dia mau," kataku lagi. Mungkin ini tidak membantu banyak, setidaknya aku tidak akan menekan dia lagi. Dan dari DOP ku, aku tahu bahwa dia punya seorang istri dan anak yang baru lahir. Dan Ariel ini tetap menggunakan komputer tanpa monitor, dengan bantuan audible software, bahkan mungkin dia bisa membaca blog ini. Pusing mendengarnya.

Ya, Allah, hanya engkau yang tahu dan maha pemurah lagi maha penyayang.

Sekarang, setiap ada masalah pekerjaan yang menghantuiku, aku ingat Ariel, bukan pada kebutaannya, bukan pada kesialannya, tapi pada seseorang yang telah diberikan cobaan berat oleh Allah, namun tetap terdengar tenang. Seperti tidak ada apa-apa. Sementara aku yang dilimpahi pekerjaan, uang, lengkap dengan paket deadline tentunya, masih menggerutu. Malu.
Terima kasih Ariel, mengingatkan kita untuk bersyukur dengan ketabahan yang ditunjukan.
Maaf lahir batin, selamat puasa semua


Monday, April 09, 2007

Dunia Paralel: Benarkah Ia Ada?

Review Dunia Paralel By Jaf

8 04 2007

Ide tentang dunia paralel selalu menarik perhatian saya, terutama sejak saya menonton film Sliding Doors (1998) yang dibintangi si cakep Gwyneth Paltrow. Karena itulah ketika saya menemukan buku berjudul sama di Gramedia Jogjakarta dalam kesempatan tugas ke sana awal Maret lalu, saya langsung saja menyambarnya dari rak tanpa pikir panjang lagi.

Dunia Paralel sebetulnya bukan buku baru. Dia terbit tahun 2006 lalu dan ditulis oleh Micki Mahendra yang belakangan saya temukan blognya disini. Tokoh sentralnya adalah Vian, seorang sutradara wanita muda. Suatu hari hidup mempertemukannya dengan seorang novelis bernama Medi di bandara yang tengah hiruk pikuk karena berbagai penerbangan yang tertunda gara-gara cuaca buruk. Pertemuan singkat yang cukup intens dan sempat menautkan hati keduanya hingga ke suatu titik dimana mereka merasa ditakdirkan satu sama lain, meskipun pada akhirnya mereka harus kembali ke kehidupan masing-masing. Dalam novel itu mereka digambarkan kembali bertemu dan sempat ‘mencoba’ kembali menyatukan hati yang terpaut di bandara waktu itu. Namun upaya itu gagal, karena magnet dari kehidupan masing-masing rupanya lebih kuat untuk kembali memisahkan keduanya.

Adalah cara Micki menarik ulur kehidupan percintaan kedua tokoh sentral dengan alur maju mundur yang membuat cerita ini menarik. Diawali dari pertemuan keduanya di bandara lalu alurnya maju jauh ke masa depan dimana seorang nenek (hayo tebak siapa) tengah bercerita dengan cucunya, lalu kembali ke masa lalu dan seterusnya. Alur maju mundur yang sebenarnya sederhana sekali. Memang ada kesan di tengah jalan alur ceritanya sempat kedodoran namun Micki sanggup menariknya kembali ke alur cerita semula dan menutupnya dengan cara yang sangat menarik. Sebuah penutupan yang di satu sisi melegakan pembaca yang sudah keburu kepincut dengan kisah cinta Medi dan Vian, namun disisi lain juga terasa menyakitkan karena keduanya sebenarnya tidak bisa dikatakan bertemu. Apa maksudnya, wah.. kalau saya ceritakan disini ya nggak seru dong.

Sayang, buat saya ada sedikit bagian yang cukup mengganggu yakni ketika Vian diceritakan mengembangkan sebuah film yang dilatarbelakangi konsep dunia paralel. Saya sebut menganggu karena ide dunia paralel itu sebetulnya milik Medi yang pernah diceritakan pada Vian ketika mereka tengah bertemu di Bandara. Tidakkah Vian sadar itu? Tidakkah Medi keberatan idenya di ‘comot’ begitu saja bahkan kemudian Medi terlibat membantu produksi film tersebut? Tidakkah penulisnya sadar tentang hal ini? hehe..

Ketertarikan saya pada konsep dunia paralel membuat saya membeli novel ini. Micki melihat konsep ini dari sisi lain yang berbeda dari yang selama ini saya pahami, meskipun saya harus sedikit bersabar untuk menafsirkannya karena ia tidak dikembangkan lebih dalam di novelnya. Mereka yang tertarik pada ide dunia paralel mungkin baru akan menemukan jawabannya beberapa belas lembar menjelang akhir dan mungkin saja langsung bisa menebak bagaimana sang penulis mengakhiri cerita ini. :)

Great piece of work, Mick.. :) Membuat saya makin bertanya-tanya, benarkah dunia paralel itu ada? Apa sih yang tidak mungkin di dunia ini, walaupun bisa jadi ia hanya pembenaran dan tempat pelarian dari mereka-mereka yang belum puas dengan dunianya sekarang sehingga berharap jalan cerita hidupnya di dunia yang paralel akan lebih bagus hehehehehe…

Judul Buku: Dunia Paralel
ISBN: 979-794-026-8
Penulis: Micki Mahendra
Penerbit: MediaKita

ps: Buat yang tertarik, saya pernah menulis tentang Dunia Paralel di blog lama (http://www.geocities.com/ranehafied/c2w/dunia_paralel.htm)yang masih bermukim di geocities. :p





Sunday, March 25, 2007

Baraka


Kemarin, waktu sedang shooting sebuah video profile produk kecantikan, beberapa teman datang menengok. Salah satu teman baikku membawakan DVD berjudul Baraka yang udah lama di rumahnya.
Setelah present offline Sabtu kemaren, capek dengan editing dsb dsb, minggunya aku memutuskan untuk istirahat dulu. Isi jam dengan santai-santai, dan akhirnya malah kembali memutar DVD Baraka.

Masih bergidik seperti kali pertama ngelihat.
Masih kebayang agungnya dunia fana ini, benar-benar a world beyond words. Baraka di banyak bahasa berarti blessing, berkah, barokah, Baraka.
Di film itu benar-benar terlihat kalau manusia itu kecil, sementara alam itu besar dan indah.
Di keindahan alam yang besar itu, manusia kecil seperti menjadi tidak berarti, bahkan di satu scene di film tersebut, kita disamakan dengan anak-anak ayam yang tidak berarti.

Baraka, membuat aku berpikir bahwa dunia yang begitu megah ini saja ternyata hanya bergelar alam fana, alam sementara, alam yang paling bawah -- Setelah nantinya ada barzah dan Akherat, pun sudah sebagus ini. Apalagi berbicara tentang akherat dimana ada dua tempat yaitu surga dan neraka. Dimana sang kematian telah di lepaskan dari jabatannya sehingga yang ada hanyalah kekekalan. Sungguh tak terbayang, bagaimana agungnya tempat-tempat itu.
Dimanakah tempat kita nanti? Semua tergantung Allah, dan semoga kita dibimbing berbuat sesuatu yang benar di dunia fana ini, agar kita dapat merasakan Baraka yang diberikan olehnya. Alhamdullilah, aku pun di titipi Allah, Baraka - anakku, untuk kami jaga dengan cinta.
Semoga Baraka menyertai kita semua. Sehingga kita memiliki akhir yang baik.

Tiba-tiba terlintas di kepalaku, suara hati yang berkata:
"Kehidupan dunia mungkin tentang perjalanan dan proses, namun pada akhirnya, dimana kita berakhir itu yang paling penting. Semoga kita memiliki akhir yang baik."




Saturday, February 10, 2007

Tentang Hijrah


Di suatu shalat Jum'at, Khatib berbicara tentang hijrah.
Mungkin karena waktu itu deket dengan tahun baru Hijriah, tahun ketika Rasullulah Salalahu Alaihi Wassalam hijrah dari Mekah ke Madinah atas perintah Allah.
Khotbah menjadi menarik ketika sang khatib menerapkan hijrah ini tidak hanya pada peristiwa itu, tetapi lebih pada peristiwa sehari-hari yang sering luput dari perhatian kita.
Sebagian dari kita, bilang itu adalah hukum alam, tapi Quraish Shihab dalam salah satu bukunya berbicara bahwa itu adalah hukum Allah, orang saja yang sering menyelewengkannya menjadi hukum alam =) (kecuali kamu penganut sceintology, kamu kemungkinan besar setuju)
Sang khatib bilang," Sudah hukum Allah kalau kita ber hijrah di jalan-Nya, kita akan diberikan kebaikan." Tentu dia berbicara tentang the mother of all hijrah - meninggalkan segala yang buruk menjadi ke yang lebih baik. Tapi ternyata tidak hanya itu, dia memperlihatkan contoh-contoh seperti: Pohon pisang, tunasnya tidak akan tumbuh bagus, kalau tidak di pindah berjauhan dari induknya, bangsa rantau sering lebih sukses daripada pribumi (cina di dunia, padang di jawa, jawa di afrika selatan, Madura di kalimantan dll dll) - bahkan dia bilang, suka gak suka, Amerika, yang notabene (eh, apa sih arti notabene?) bangsa pendatang, diberikan kelebihan oleh Allah, karena mereka adalah orang yang berjalan - berhijrah - pergi dari satu tempat ke tempat yang lain.
Mungkin karena itu, mau gak mau kita harus keluar dari lingkungan kita, berhijrah, ketempat yang lebih baik, keluar dari rumah, keluar dari negara, keluar dari...comfort zone kita.
Asal semua di dalam nama Allah, Insha Allah tidak ada yang lain kecuali kebaikan.
Jadi ingat salah satu cerita, tentang seseorang yang ditanya malaikat Allah karena dalam hidupnya selalu berbuat kemaksiatan karena keadaan (seperti bergelimang riba, zinah, sogok, korup, dll) - orang ini beralasan, keadaan sosial sekitar yang 'memaksanya' berbuat begitu.
Ternyata tidak ada yang memaksa, kok. Karena manusia punya pilihan, karena jawaban dari malaikat Allah itu adalah: "bukankah Allah menciptakan bumi begitu luas?" - tepatnya bagaimana aku lupa, tapi maksudnya adalah: Allah SWT menciptakan bumi begitu luas, jika kita tidak bisa menjalankan perintah Allah di sini, pergilah ke tempat lain, pergi di dalam jalan-Nya, pergi dengan jaminan apabila kita mati, kita berada di jalan-Nya dan dapat ganjaran dari -Nya.
Seperti di perjalanan dunia yang paling akbar buat ummat, yaitu Haji.
Mungkin hijrah juga berarti menjadi mandiri dengan menyadari bahwa tidak ada tempat bergantung selain daripada Allah. Tidak rumah orang tua, tidak pekerjaan kantor, tidak usaha yang kita jalani. - Siapa mau menyeberangi gurun pasir mencari ridho Allah? - mungkin mereka yang akan menemukan.
Mungkin juga kita akan menyadari bahwa Allah membuat burung-burung terbang di pagi hari tanpa membawa bekal apa-apa, namun di sore hari pulang ke sarang dengan perut kenyang. - mereka tidak bawa uang, tidak bawa pekerjaan, mereka hanya berjalan, dan Allah yang memberikan.

Saturday, January 27, 2007

Beginner's luck in motion


Paul Coelho dalam bukunya the alchemist membahas sekelumit tentang ini.
Dimana dalam cerita itu, dia bilang beginner's luck adalah cara semesta alam ini bekerja sama sedemikian rupa, sehingga membuatmu berhasil mewujudkan mimpimu.
Seluruh semesta Alam bekerja sama agar kita dapat merasakan sebuah kesuksesan, sebagai 'hidangan pembuka' yang akan membuat kita lebih semangat lagi melangkah ke depan.
Suatu pemikiran yang menarik.
Sayang ia tidak menyatakan kebenaran.Hanya - setengah kebenaran.
Kalau sebenernya semesta alam dan seisinya hanya menjalankan perintah dari pemilik tunggalnya. Allah.

Tapi terlepas dari itu, aku hanya berpikir, kalau memang ada yang namanya beginner's luck. Maka, akan sangat menggoda kalo kita selalu mempelajari dan melakukan hal yang baru. Dengan begitu, kita akan terus mendulang sukses melalui beginner's luck.
Ada yang mau coba?
Tolong kasih tau kalau pemikiranku ini berhasil terbukti.
-- tulisan ini membuat ku berpikir tentang hijrah. Tapi itu ada di posting selanjutnya. Stay tuned =)