Hanya berisi pikiran-pikiran yang pasti akan mati diterpa zaman. Meski tergoda untuk menuliskannya sebagai 'immortal thoughts', kita tahu semua akan mati dan berakhir. Jadi jujur saja. Ini hanya tulisan yang akan mati nantinya.
Monday, January 23, 2006
Lunch at Shushi Tei, PIM 2
Pertama lihat restoran ini dari luar kayaknya gaya banget deh.
Eksteriornya udah nunjukin kalo ini adalah restoran Jepang modern yang masih berusaha mempertahankan tradisi Jepang dengan ornamen kayu yang ada di mana-mana.
Sampai di depan pintu, kalau kamu beruntung, langsung diarahkan ke tempat duduk. Kalau tidak, ya waiting list, seperti restoran lain yang selalu laku keras.
Interiornya lucu. Ada shushi bar, ada yang agak mojok. Ada smoking, non-smoking. Yang paling asyik sih di dekat kaca menghadap keluar. Meja di tata melingkar mengelilingi poros pondasi lingkaran kecil yang juga merupakan tempat makan di
tingkat atas.
Kalau kamu cewek dan pake rok, jangan makan di atas situ. Nanti orang yang di bawah makannya gak konsen. Sekelilingnya kaca bening bo!
Salah satu kelebihan dari restoran ini adalah pelayan yang terlatih dengan baik, jadi mereka ‘ngeh’ kalau di tanya menu ini isinya apa aja.
Sebel banget kan kalo kita nanya tentang suatu menu merekanya juga gak jelas.
Selain itu, menunya juga dilengkapi dengan gambar. Jadi tinggal pilih yang kelihatannya enak. Trus, sikattt!!
Pertama yang selalu ku pesan adalah Salmon Shushi; Salmon memang ikan yang paling gurih jika dimakan segar. Lihat aja dagingnya yang merah – oranye di selipi garis-garis putih. Nah, garis-garis putih ini yang bikin gurih. Lemak ikan. Nyam. Fresh Shushi is the freshest lunch idea.
Memang Salmon Shushi itu kelihatannya kecil menunya. Satu porsi isi dua, yang ditempelkan ke nasi. Tapi kalau sudah makan 4 piring dan masih laper. Kayaknya kamu punya masalah perut yang lebih ‘lebar’ dari kebanyakan orang Indonesia.
Trus, kalau suasana dingin atau lagi pilek, enaknya pesen udon. Ada beberapa pilihan udon di sana. Ada yang isi daging, seafood, tapi tetep, yang bikin enak adalah udonnya.
Aku selalu ngerasa kalau udon Shushi Tei ini seperti makanan yang memberikan keseruan tersendiri.
Di sediakan di mangkuk kayu dengan sendok kayu. Hangat-hangat, di seruput sehingga berbunyi masuk ke mulut. Makan udon kata orang Jepang harus gitu – karena di tengah mie ini kosong, jadi kuah dan udara masuk ke dalamnya. Bener-bener full flavour kalo makannya kayak gini, asal gak ganggu tetangga aja.
Abis itu kalau masih pengen memasukan sesuatu untuk memuaskan lidah, mungkin bisa memesan desert nya yang bermacam-macam. Tapi favoritnya adalah semacam wafel yang ada es krim coklat di dalamnya. Lihat aja gambar di menunya. Pasti kelihatan.
Aku tidak akan merekomendasikan desert yang merupakan buah beku, Strawberry ice atau semacamnya. Memang tampaknya menarik, tapi rasanya kayak pajangan kawinan di jilat. Alias rasa es batu.
Kalau pesen minuman, pesen yang se-netral mungkin. Kalau aku sih Oca dingin cukup. Karena sayang kalau makanannya enak banget tapi di lidah di bantai dengan minuman yang mempunyai rasa keras seperti Soda, kopi atau yang lainnya. Air mineral adalah yang paling netral.
Setelah kenyang, panggil deh pelayannya dan bayar.
Yang ngeselin, kadang-kadang tissue basah yang di sediakan sudah di masukan ke dalam charge kita. Kalau aku yang punya restoran pasti aku kasih gratis sebagai servis.
A simple visit to this restaurant will give you a comfort soul with full belly and less money in your wallet. Fair trade.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
ahhh iya,.. setujuuu! stoberi beku itu gak enak banget rasanya kayak es batu huhuhuhu
Post a Comment