Hanya berisi pikiran-pikiran yang pasti akan mati diterpa zaman. Meski tergoda untuk menuliskannya sebagai 'immortal thoughts', kita tahu semua akan mati dan berakhir. Jadi jujur saja. Ini hanya tulisan yang akan mati nantinya.
Thursday, February 02, 2006
Mood for Italian's food
Di sebuah restoran Italia di pondok indah yang cukup punya nama, aku dan istri pesan Ravioli a la fiorentina dan Meat balls.
Waktu kita sampai di sana, aku mempunyai ekspektasi yang tinggi.
Sore yang cerah, sekitar jam setengah lima. Pesanan pertama adalah Macchiato.
Well, biasa aja kopinya. Tapi mereka memberikan Bruscheeta yang cukup membangkitkan selera. Gratis. Buat nunggu. Sehabis itu spinach & cheese salad datang.
Ekspektasi naik. Soalnya you can’t go wrong with this salad.
Sedikit olive oil dan vinegar. Semua beres.
Lalu datang lah main course nya.
Kita kecewa.
Meat balls dan garlic breadnya kelihatan mengundang selera. Tetapi suapan pertama biasa saja.
Aku tanya pada istri, Raviolinya enak?
Lumayan, katanya.
Tiga menit kemudian aku belum bisa menikmati makanan itu.
Dan istriku sudah hampir berhenti dengan Raviolinya.
Aku lihat ke sekeliling, beberapa orang asing datang.
Dan ada beberapa lagi yang sudah ada di sana.
Dari yang aku baca di majalah tentang restoran, tempat ini chef nya orang Italy, dan termasuk recommended.
Aku bingung.
Mungkin salah menunya ya.
Atau kita sebenarnya lagi gak mood dengan Italian food? Atau palate kita belum ter-develop untuk merasakan ‘The Real Italian’s Food?’
Bahkan aku merasa, Izzi Pizza was better than this.
Aku tidak bisa mendeskripsikan apa yang salah di menu ku;
Istriku bisa.
Dia bilang, rasanya bosan.Dia berhenti makan setelah seperempat piring ravioli.
Tidak ada keinginan untuk melanjutkan. Padahal diatasnya pakai saus daging dan Raviolinya isi keju.
Tidak ada dorongan untuk suapan berikut.
Aku ingat jaman dulu ketemu dengan Chef di Bale air.
Dia seorang teman. Dan dia masak Spaghetti pakai ang ciu.
Ang ciu itu adalah bumbu semacam rice wine sebagai penyedap di masakan cina.
Aku bingung setengah mati. Kenapa Spaghetti di jadiin Chinese gitu?
Dia bilang…lidah orang Indonesia udah kebiasaan sama yang sangat gurih. Kalau gak di tolong ang ciu, dia bilang Spaghettinya gak ‘nendang.’
Wah. Aku gak ngerti.
Mungkin ini maksudnya waktu itu. Ravioli dan meat balls menjadi membosankan.
Mungkin lidah kita harus belajar lagi. Dengan mencari tempat yang Ravioli dan Meat balls nya enak, untuk perbandingan. Any suggestion?
Seperti layaknya restoran yang baik. Pelayan bertanya di akhir, gimana masakannya?
Kita bilang, mungkin lain kali kita pesan menu yang lain.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
Coba makan di FJ Bistro di Kemang, di samping butik FJL,.. menyenangkan
Iya nih...nanti nyobain ah FJ bistro yee
:) thx
Post a Comment